 |
Salah satu langkah inovatif yang diambil adalah penyelenggaraan kegiatan ibadah bersamaan untuk siswa-siswi Muslim dan Kristen. Saat siswa-siswi Muslim mengerjakan salat Dhuha, rekan-rekan mereka yang beragama Kristen juga mendapatkan kesempatan melakukan ibadah kebaktian dengan pendampingan seorang guru Kristen.
Inisiatif ini menunjukkan komitmen sekolah dalam memenuhi kebutuhan spiritual semua siswa-siswi tanpa membeda-bedakan latar belakang agama.
Kepala Sekolah, Supriadi Usman menegaskan pentingnya menciptakan lingkungan yang inklusif di mana setiap siswa merasa dihargai dan diterima. “Pendidikan bukan hanya soal akademik, tetapi juga tentang membentuk karakter dan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya pada Selasa (8/10/2024).
Inisiatif ini mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak, banyak yang memuji sekolah karena telah memupuk rasa toleransi dan keterbukaan di kalangan siswa sejak dini. Para guru di SMPN 1 Watansoppeng tidak hanya mengajarkan mata pelajaran, tetapi juga menjadi teladan dalam menghargai perbedaan dan mempraktikkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan program ini menarik perhatian sekolah-sekolah lain, dengan harapan kegiatan tersebut dapat diadopsi dan SMPN 1 Watansoppeng dapat menjadi model dalam membangun lingkungan pendidikan yang inklusif.
Lebih dari sekadar kegiatan ibadah, inisiatif ini membuka ruang bagi siswa untuk berbagi pengalaman, membangun persahabatan, dan belajar tentang nilai-nilai dari agama satu sama lain. Siswa menjadi lebih peka terhadap perbedaan dan lebih siap untuk hidup dalam masyarakat yang multikultural.
SMP 1 Watansoppeng tidak hanya memberikan pendidikan akademis yang berkualitas, tetapi juga mempersiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang toleran, empatik, dan mampu berkontribusi positif dalam masyarakat yang beragam. (*)
